Entah darimana dan bagaimana awalnya, aku bisa menyukai dan
mengagumi sebuah negara nun jauh disana: Inggris. Bukannya negara yang lain tak
aku sukai, tapi, setiap ada berita atau liputan tentang negara tersebut, aku
serasa kena hipnotis Romy Rafael. Akhirnya, Inggris menempati posisi puncak
dalam daftar ‘tempat yang ingin kukunjungi’ ketika SMP. Aku curiga cerita fiksi
Harry Potter ikut berpartisipasi dalam munculnya kekaguman akan Inggris.
Kekagumanku berubah menjadi sebuah mimpi. Mimpi yang selalu
menginvasi akal sehat hingga sekarang. ‘Aku ingin pergi ke Inggris. Aku ingin
tinggal disana.’ Begitulah mimpiku berwujud jika diterjemahkan dalam aksara.
Mimpi bak punguk merindukan bulan ini tak ada yang tahu. Kubayangkan
teman-teman hanya akan tertawa jika kuberitahu. Paling hanya Ibu yang terkadang
menjadi korban saat aku bercerita ingin pergi ke Inggris. Sempat kuingat dialog
singkat dengan Ibu ketika aku habis melihat berita tentang Inggris di televisi.
‘Besok kalau sudah besar aku pengen tinggal di Inggris,’ kataku
penuh semangat seolah-olah Inggris hanya kelurahan sebelah.
‘Mau kerja apa disana?’ tanya Ibu sambil membaca tabloid.
‘Bersihin Sungai Thames,’ dan imaji mengarungi Sungai Thames
naik gondola dan membawa keranjang sampah langsung tervisualiasi di kepala.
Ibu hanya tersenyum pelan. Dia pasti berpikir anaknya sudah
mulai gila.
Aku tahu mimpi itu begitu tidak masuk akal untuk diwujudkan.
Biaya untuk ke Inggris saja mahal, apalagi biaya untuk hidup disana yang
terkenal mahal juga. Berasal dari keluarga sederhana terkadang membuatmu harus
rela mengubur beberapa mimpi di luar nalar. Sayangnya saat aku SMP belum ada
novel Laskar Pelangi atau buku-buku motivasi yang menjamur seperti sekarang.
Jadinya mimpi untuk ke Inggris hanya akan bernasib seperti mimpi lainnya
semacam mimpi jadi Presiden atau pergi ke Saturnus: hidup segan mati sayang. Kehidupan
yang keras ini mengajarkanku untuk lebih realistis.
Bukan berarti kekagumanku akan Inggris dipaksa sirna karena
realita kehidupan. Hanya meminimalisir bersinggungan dengan berita atau hal-hal
berbau Inggris. Karena mimpi terlalu tinggi yang sulit digapai hanya akan
membuat lara hati. Seperti mimpi menggapaimu. ^-^
tapi, rupanya takdir berkata lain. Bukan, aku hingga detik ini belum ke Inggris, jangan terlalu excited dahulu membacanya.
tapi, rupanya takdir berkata lain. Bukan, aku hingga detik ini belum ke Inggris, jangan terlalu excited dahulu membacanya.
Takdir membuatku bersinggungan dengan hal berbau Inggris
dalam setiap jenjang pendidikan. Mungkin Tuhan menyuruhku untuk tak berhenti
bermimpi. Atau berharap. Ketika SMP aku berjumpa dengan kehidupan sihir Harry
Potter yang mengambil setting di Inggris. Aku mulai membayangkan tinggal di
Hogwarts dan menunggu keberangkatan kereta di King’s Cross. Ketika SMA, aku
berjumpa dengan sejarah revolusi industri. Aku mulai membayangkan tinggal di
salah satu jalanan London dan menatap sedih pada udara yang gelap berpolusi.
Bahkan ketika pelajaran geografi, dimana satu kelas dibagi
dalam kelompok, dan ditugaskan untuk menerangkan karakteristik sebuah negara,
kelompokku mendapat jatah negara Inggris. Padahal nama negara diberikan secara
acak oleh guru. Dan kembali aku terhipnotis.
Sedangkan ketika kuliah, aku sedikit tidak terlalu
memprioritaskan mimpiku akan Inggris. Hingga suatu hari ada 1 pesan dari orang
asing di message Facebook. Isi pesannya berupa link semacam pertukaran pelajar
ke Inggris. Waktu itu pesan itu nyaris kuhapus, tapi kuurungkan. Dan akhirnya
aku terpaku menatap halaman link yang diberikan orang yang tak kukenal itu. Tak
kutemukan indikasi penipuan. Tapi, syarat-syaratnya terlalu luar biasa mungkin.
Harus menulis esai dengan bahasa Inggris, nilai TOEFL dan sebagainya. Aku
menyerah sebelum berperang.
Aku justru mengobrol dengan orang yang mengirim link itu.
Ternyata dia satu kampus denganku, walau hingga detik ini tidak pernah bertemu.
Kupikir dia bagian dari panitia, ternyata dia hanya sharing link. Dia
menyuruhku mencoba, walau aku sendiri tak yakin pada kemampuanku sendiri. Jika
dihadapkan pada Bahasa Inggris, aku ibarat Pithecantropus Erectus.
Namun, akhirnya aku mencoba. Berbekal kamus tebal berwarna
hitam, aku mulai menulis esai. Pasti penilai easiku akan tertawa
terpingkal-pingkal membaca tenses amburadul dari manusia purba ini. Kembali,
aku bercerita pada Ibu. Ibu justru bertanya bagaimana dengan kuliahku nanti
jika mengikuti event tersebut. Rasanya aku ingin memiliki kepercayaan diri yang
besar seperti Ibu. Percaya bahwa aku mampu walau dengan kemampuan seadanya. Maka
dengan berbekal nekat dan doa orang tua, aku mengirimkan esai tersebut. Dan
rupanya aku bukan termasuk yang terpilih. Belum rejekiku.
Kembali hidup menancapkanku pada realitas. aku menjalani
hidup seperti biasa. Masih dengan banyak mimpi, termasuk mimpi untuk pergi ke
Inggris. Posting-posting awal di blog-ku yang sekarang mati suripun berlabel
Inggris. Aku jelas-jelas tak bisa move on. Makannya, terkadang dalam setiap doa
yang dipanjatkan ketika dalam perjalanan,
Terselip sebuah kalimat naif: 'Selain di Makkah dan Madinah,
sebelum mati, aku ingin menginjakkan kaki di Inggris.' Terdengar berlebihan?
Kuyakin iya. Tapi, bagiku itu adalah kalimat paling simpel yang menggambarkan
mimpiku. Kalimat yang menjelaskan bagaimana keinginan besar untuk berada di
sana dan harus kesana.
Kesukaan dan kekagumanku pada Inggris hanya akan berakhir
dengan 2 pilihan: akan menginjakkan kaki disana atau hingga akhir hayat akan
senantiasa menganggumi. Sebuah mimpi besar yang belum terwujud bukan berarti
hidupmu hancur, hanya hidupmu diarahkan untuk sesuatu yang lebih besar lagi.
Aku yakin itu. Jadi, ayo terus bermimpi dan terus berharap serta yakin, bahwa
mimpi yang paling gila sekalipun apabila dibarengi dengan rasa optimis, akan
menghasilkan ramuan bernama Kenyataan.
1 Response to "Mimpi"
In this fashion my partner Wesley Virgin's autobiography launches with this SHOCKING and controversial video.
As a matter of fact, Wesley was in the military-and shortly after leaving-he discovered hidden, "SELF MIND CONTROL" secrets that the CIA and others used to get everything they want.
THESE are the EXACT same secrets lots of celebrities (notably those who "became famous out of nowhere") and the greatest business people used to become wealthy and successful.
You probably know how you utilize only 10% of your brain.
Really, that's because the majority of your BRAINPOWER is UNCONSCIOUS.
Maybe this conversation has even occurred INSIDE your own head... as it did in my good friend Wesley Virgin's head seven years ago, while driving an unlicensed, beat-up bucket of a car with a suspended license and with $3.20 on his bank card.
"I'm very frustrated with going through life paycheck to paycheck! When will I finally make it?"
You've been a part of those those thoughts, ain't it so?
Your own success story is waiting to happen. All you need is to believe in YOURSELF.
Learn How To Become A MILLIONAIRE Fast
Posting Komentar